Jumat, 27 November 2015

ILMU DAN BAHASA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Ilmu dan bahasa saling berkaitan satu sama lain. Bahasa merupakan perantara kita dalam menyampaikan suatu ilmu. Bahasa berfungsi sebagai alat berfikir ilmiah, muncul problem yang serius dan dapat diselesaikan dengan bantuan filsafat. Bahasa sering tidak mampu membebaskan diri dari gangguan pemakainya, kerusakan bahasa tersebut biasanya disebabkan oleh tidak digunakannya kaidah logika, logika itu filsafat. Kekeliruan dalam berbahasa melahirkan kekeliruan dalam berfikir. Untuk itu filsafat sangat berperan dalam menentukan kualitas bahasa.
Bahasa memiliki tugas yang paling penting yaitu memberikan kejelasan hubungan antara berpikir dan berbicara, antara fungsi ekspresif dan representatif bahasa. Menjelaskan kondisi-kondisi psikofisik dari ucapan, peranan individu dan komunitas dalam perkembangan sebuah bahasa, hubungan antara tipe-tipe bahasa umum dan struktur bahasa khusus. Secara terminologi, menyelidiki sumber-sumber pertama sebuah bahasa dan hasil baru yang ada sekarang dari bahasa itu serta usaha-usaha lebih lanjut. Pandangan-pandangan pada filsafat bahasa berbeda terutama atas masalah hubungan antara yang dipikirkan dan yang diucapkan. Jadi dengan bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain. Namun bukan itu saja, dengan bahasa kita pun dapat mengekspresikan sikap dan perasaan kita. Seorang bayi bila dia sudah kenyang dan hatinya pun sangat senang, dia mulai membuka suara. Lewat seni suara dia akan mengekspresikan perasaannya, kedukaan, dan kesukaan lewat liku nada kata-kata.
Ilmu dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Bahasa berperan penting dalam upaya pengembangan dan penyebarluasan ilmu. Setiap penelitian ilmiah tidak dapat dilaksanakan tanpa menggunakan bahasa, matematika (sarana berpikir deduktif) dan statistika (sarana berpikir induktif) sebagai sarana berpikir (Sarwono, 2006: 13). Upaya- upaya penyebarluasan ilmu juga tidak mungkin dilaksanakan tanpa bahasa sebagai media komunikasi. Setiap forum ilmiah pasti menggunakan bahasa sebagai sarana utama. Aktifitas-aktifitas yang diarahkan untuk memahami, mengeksplorasi, dan mendiskusikan konsep-konsep ilmu tidak dapat diselenggarakan tanpa melibatkan bahasa sebagai sarana.
Makalah ini membahas konsep-konsep dan paradigma tentang ilmu dan bahasa sebagai landasan untuk memahami peran penting bahasa dalam pengembangan ilmu, karakteristik bahasa yang mendukung pengembangan ilmu, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan bahasa sebagai pendukung pengembangan ilmu. Pembahasan diawali dengan memaparkan hakikat ilmu dan bahasa sebagai titik tolak dan dilanjutkan dengan pembahasan tentang peran bahasa dalam pengembangan ilmu, yang menyoroti hubungan bahasa dan pikiran dan bahasa sebagai media komunikasi.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis menyusun makalah dengan bahasan “ Ilmu dan Bahasa”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah hakikat dari Ilmu?
2.      Apakah hakikat dari Bahasa?
3.      Bagaimanakah Terminologi Ilmu, Ilmu pengetahuan dan Sains?
4.      Bagaimanakah pengambilan ketetapan Quo Vadis?
5.      Bagaimanakah Politik Bahasa Nasional?
C.    Tujuan Makalah
Merujuk pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah:
1.      Menjelaskan hakikat dari Ilmu
2.      Menjelaskan hakikat dari Bahasa
3.      Menjelaskan Terminologi Ilmu, Ilmu pengetahuan dan Sains
4.      Menerangkan pengambilan ketetapan Quo Vadis
5.      Menjelaskan Politik Bahasa Nasional
D.    Kegunaan Makalah
1.      Secara Teoritis
a.       Memberikan informasi mengenai Filsafat Ilmu dengan Kajian tentang Ilmu dan Bahasa.
b.      Menambah pengetahuan dan memberi kemudahan dalam mempelajari Filsafat Ilmu khususnya dengan Kajian tentang Ilmu dan Bahasa.
2.      Secara Praktis
a.       Bertambahnya wawasan mahasiswa terhadap Filsafat Ilmu dengan Kajian tentang Ilmu dan Bahasa
b.      Dapat mengikuti perkembangan Ilmu dan Bahasa
c.       Memahami makna Filsafat Ilmu dengan Kajian Ilmu dan Bahasa


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Ilmu
(science) dan pengetahuan (knowledge) adalah dua bidang yang berbeda. Pengetahuan (knowledge) merupakan kumpulan upaya dan pemahaman, pikiran, perasaan, dan pengalaman yang diperoleh manusia ketika berinteraksi dengan orang lain dan alam sekitarnya, yang kemudian diabstraksi dalam bentuk pernyataan, ungkapan artistik, teori, dalil, rumus atau hukum. Suriasumantri (1990: 293) mengatakan: “ knowledge merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam, dan biologi...“. Ilmu (science) merupakan bagian dari pengetahuan (knowledge), membahas bidang pengetahuan tertentu yang tersusun secara sistematis, diperoleh dengan observasi (tahapan metode ilmiah) yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
B.     Hakikat Bahasa
Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi masyarakat pemakainya. Sebagi contoh kita menggabungkan bunyi-bunyi bahasa atau fonem menjadi kata atau butir leksikal sesuai dengan aturan dari bahasa yang kita gunakan, butir-butir leksikal ini kemudian digabungkan lagi untuk membuat struktur tata bahasa sesuai dengan aturan-aturan sintaksis dalam bahasa dengan demikian bahasa merupakan ujaran yang diucapkan secara lisan, verbal secara arbiter.
Bahasa pada hakikatnya memiliki dua fungsi utama yakni pertama, bahasa sebagai sarana komunikasi antarmanusia dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi pertama dapat kita sebutkan sebagai fungsi komunikatif dan fungsi yang kedua dapat kita sebutkan sebagai fungsi kohesif atau integratif.
Hubungan bahasa dan ilmu diantaranya: (1) ilmu dapat berkembang jika temuan dalam ilmu itu disebarkan (dipublikasikan) melalui tindakan komunikasi (2) temuan itu kemudian didiskusikan, diteliti ulang, dikembangkan, diterapkan atau diperbaharui oleh ilmu lainnya (3) dalam proses tersebut menggunakan bahasa sebagai media (komunikasi).
Peran Bahasa Dalam Ilmu
Peran bahasa dalam ilmu erat hubungannya dengan aspek fungsional bahasa sebagai media berpikir dan media komunikasi. Sehubungan dengan itu, pembahasan tentang permasalahan ini akan disoroti dalam dua bagian: (1) hubungan bahasa dan pikiran dan (2) bahasa sebagai media komunikasi.
(1) Hubungan Bahasa dan Pikiran
Berpikir merupakan aktivitas mental yang tersembunyi, yang bisa disadari hanya oleh orang yang melakukan aktivitas itu. Miller mengatakan bahwa tindakan berpikir sering digambarkan sebagai kegiatan berbicara pada diri sendiri (intrapersonal communication), mengamati dan memanipulasi gambar-gambar mental. Dengan kemampuan berpikirnya, manusia bisa membahas obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang tidak berada atau sedang berlangsung disekitarnya. Kemampuan berpikir juga kadang-kadang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tanpa mencoba berbagai alternatif solusi secara langsung (nyata).
Peran penting bahasa dalam inovasi ilmu terungkap jelas dari fungsi bahasa sebagai media berpikir. Melalui kegiatan berpikir, manusia memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara menghimpun dan memanipulasi ilmu dan pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, dan membayangkan. Selama melakukan aktivitas berpikir, bahasa berperan sebagai simbol-simbol (representasi mental) yang dibutuhkan untuk memikirkan hal-hal yang abstrak dan tidak diperoleh melalui penginderaan. Setiap kali seseorang sedang memikirkan seekor harimau, misalnya, dia tidak perlu menghadirkan seekor harimau dihadapannya. Makalah-makalah yang relevan, yang berfungsi sebagai representasi mental tentang harimau, sudah dapat membantunya untuk memikirkan hewan itu. Cassirer (dalam Suriasumantri, 1990: 71) mengatakan manusia adalah Animal symbolicum, mahluk yang menggunakan simbol, yang secara generik mempunyai cakupan lebih luas dari homo sapiens, mahluk yang berpikir. Tanpa kemampuan menggunakan simbol ini, kemampuan berpikir secara sistmatis dan teratur tidak dapat dilakukan.
Bahasa memang tidak selalu identik dengan berpikir. Jika seseorang ditanya apa yangsedang dipikirkannya, dia akan menggambarkan pikirannya melalui bahasa.meskipunpikirannya tidak berbentuk simbol-simbol linguistik ketika dia ditanya, dia pastimengungkapkanpikiran itu dalam bentuk simbol-simbol linguistik agar proses komunikasidengan penanya berjalan dengan baik. Namun, meskipun bahasa tidak identik denganberpikir,berpikir tidak dapat dilakukan tanpa bahasa. Bahkan, karakteristik bahasa yangdimiliki seseorang akan menentukan objek apa saja yang dapat dipikirkannya. Berbagai filsuf menyatakan bahwa suku-suku primitif tidak dapat memikirkan hal-hal yang’canggih’ bukan karena mereka tidak dapat berpikir, tetapi karena bahasa mereka tidakdapat memfasilitasi mereka untuk melakukannya. Kenyataan initerungkap jelas dalam diri mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri. Dia akan berhasilmenyelesaikan studinya hanya jika dia menguasai bahasa yang digunakan dalam prosespembelajaran. Mengingat betapa pentingnya peran bahasa dalam proses ini, tidaklahberlebihan bila Tomasello menegaskanbahwa bahasa adalah fungsi kognisitertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan.
Selaras dengan itu, pandangan berbagai antropolog budaya juga menunjukkan bahwabahasa juga berperan dalam membentuk, mempengaruhi, dan membatasi pikiran.Penelitian tentang kemampuan mengingat warna membuktikan bahwa peserta yang bahasaibunya memiliki kata untuk warna yang diujikan terbukti lebih mampu mengingat warna-warna tersebut. (Wikipedia,2008). Sehubungan dengan itu, Miller menegaskan: “language exerts a molding and constraining influence on thought.” Variasipengungkapan pengalaman melalui bahasa yang berbeda sangat erat hubungannya denganvariasi pandangan hidup atau kebudayaan dalam masyarakat manusia. Karena bahasadipelajari seseorang sejak usia dini, dan bahasa tersebut merupakan sarana utama baginyauntuk mempelajari segala sesuatu, termasuk budaya dan pandangan hidup, bahasa itu akanmempengaruhi persepsinya tentang realitas. Sebagai contoh, ungkapan “Time flies”, “Elreloj anda” (waktu berjalan, bahasa Spanyol) dan “Waktu berjalan” bisa dihubungkandengan perbedaan antara persepsi orang Amerika, orang Spanyol dan orang Indonesiatentang waktu. Orang Amerika selalu bergegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, sedangkan orang Spanyol dan orang Indonesia cenderung memandang hidup lebih santai(Rahmat, 2005 :274).
Hal ini ditegaskan oleh hasil penelitian Ford dan Peat (1988) yang mempertanyakan:“Do we speak (have language) because we think, or do we think because we speak?”Penelitian itu mengungkapkan bahwa pengaruh realitas bahasa seseorang terhadappikirannya lebih dominan daripada pengaruh pikirannya terhadap bahasanya. Bahasa tidakhanya berperan sebagai ‘kendaraan’ yang digunakan untuk menyalurkan informasi tetapijuga sarana untuk membentuk pikiran. Sebagai ilustrasi, struktur bahasa Inggris yang liniermembuat penutur asli bahasa Inggris selalu berpikir (bahkan bertindak) “to the point”. Halini dapat dibandingkan dengan struktur bahasa di Timur yang cenderung melingkar atau’zigjag’. Secara umum, pemikiran dan tindakan orang Timur tidak se-“to the point” orangAmerika. Penelitian yang dilakukan di Australia pada sekelompok anak berusia 4-5 tahundaridua komunitas asli—Warlpiri dan Anindilyakawa—yang tidak memiliki ungkapanverbal untuk angka menunjukkan bahwa anak-anak tersebut dapat mengerjakan (berpikir)beberapa operasi matematika dasar tanpa menggunakan bahasa. Akan tetapi, merekamengakui juga bahwa untuk memikirkan konsep-konsep yang lebih rumit, para pesertamembutuhkan bahasa. Rumus-rumus ilmiah, seperti E=MC2, misalnya tidak akanbermakna bagi seseorang bila dia tidak mengetahui pengertian dari Energy (E),Mass (M)dan speed of light (C).
(2) Bahasa Sebagai Media Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu jantung pengembangan ilmu. Setiap ilmu dapatberkembang jika temuan-temuan dalam ilmu itu desebarluaskan (dipublikasikan) melaluitindakan berkomunikasi. Temuan-temuan itu kemudian didiskusikan, diteliti ulang,dikembangkan, disintetiskan, diterapkan atau diperbaharui oleh ilmuwan lainnya. Hasil-hasil diskusi, sintetis, penelitian ulang, penerapan, dan pengembangan itu kemudiandipublikasikan lagi untuk ditindaklanjuti oleh ilmuwan lainnya. Selama dalam prosespenelitian, perumusan, dan publikasi temuan-temuan tersebut, bahasa memainkan peransentral, karena segala aktivitas tersebut menggunakan bahasa sebagai media.
Dalam penelitian dan komunikasi ilmiah, setiap ilmuwan perlu mengembangkan danmemahami bahasa (terutama jargon-jargon akademis dan terminologi khusus) yangdigunakan dalam bidang yang ditekuni. Tanpa bahasa yang mereka pahami bersama,kesalahpahaman akan sulit dihindari dan mereka tidak dapat bersinergi untukmengembangkan ilmu.
C.    Terminologi Ilmu, Ilmu Pengetahuan dan Sains
a.       Dua jenis Ketahuan
Manusia dengan segenap kemampuan kemanusiaannya seperti perasaan, pikiraan, pengalaman, pancaindra dan intuisi mampu menangkap alam kehidupannya dan mengabstraksikan tanggapan tersebut dalam dirinya dalam bentuk “ketahuan” umpamanya kebiasaan, akal sehat, seni, sejarah dan filsafat.
            Terminologi ketahuan ini adalah terminologi artifisial yang bersifat sementara sebagai alat analisis yang pada pokoknya diartikan sebagai keseluruhan bentuk dari produk kegiatan manusia dalam usaha untuk mengetahui sesuatu. Apa yang kita peroleh dalam proses mengetahui tersebut tanpa memperhatikaan obyek, cara dan kegunaannya kita masukkan ke dalam kategori yang disebut ketahuan ini. Dalam bahasa inggris sinonim dari ketahuan ini adalah knowledge.
Knowledge merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, bela diri, cara menyulam dan biologi. Untuk membedakan tiap-tiap bentuk dari anggota kelompok knowledge terdapat tiga kriteria yakni:
1.      obyek ontologis, adalah obyek yang ditelaah yang membuahkan pengetahuan (knowledge). Umpamanya ekonomi menelaah hubungan antara manusia dengan benda/ jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.      landasan epistemologis, berhubungan dengan cara yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan (knowledge). Landasan epistemologis berbeda untuk tiap bentuk apa yang diketahui manusia. Umpamanya landasan epistemologis matematika adalah logika deduktif dan landasan epistemologis kebiasaan adalah pengalaman dan akal sehat.
3.      landasan aksiologis, adalah nilai kegunaaan dari pengetahuan (knowledge). Landasan aksiologis juga dapat dibedakan untuk tiap jenis pengetahuan (knowledge). Nilai kegunaan filsafat berbeda dengan nilai kegunaan fisika nuklir.
Jadi seluruh bentuk dapat digolongkan ke dalam kategori pengetahuan (knowledge) dimana masing-masinng bentuk dapat dicirikan oleh karakterisktik:
1.      obyek ontologis: pengalaman manusia yakni segenap ujud yang dapat dijangkau lewat pancaindera atau alat yang membantu kemampuan pancaindera.
2.      landasan epistemologis: metode ilmiah yang berupa gabungan logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis atau disebut logico-hyphotetico-verifikasi.
3.      landasan aksiologis: kemaslahatan manusia. Artinya segenap ujud pengetahuan (knowledge) secara moral ditujukan untuk kebaikan hidup manusia.
Bentuk pengetahuan (knowledge) dalam bahasa inggris adalah science. Ilmu (science) merupakan bagian dari pengetahuan (knowledge) yang bersifat spesifik yang mempunyai obyek ontologis, landasan epistemologis dan landasan aksiologis yang khas.
Sains merupakan adopsi yang kurang dapat dipertanggungjawabkan, dimana sains adalah terminologi yang dipinjam dari bahasa inggris yakni science. Pembentukan kata sifat dengan kata dasar sains ini adalah agk janggal dalam struktur bahasa Indonesia. Kemudian, terminologi science dalam bahasa asalnya penggunaannya sering dikaitkan dengan natural science seperti teknik. Maka teminologi science sering dikaitan dengan teknologi. Sederhananya bahwa ilmu-ilmu sosial bukanlah sains atau dengan kata lain sains hanya digunakan untuk ilmu-ilmu alam saja. Padahal bila merujuk pada pengertian dari science adalah ilmu, yang berarti mencakup ilmu-ilmu sosial dan juga ilmu-ilmu alam. Jadi adopsi sains dari kata science adalah kurang tepat.
D.    Quo Vadis
Terminologi Ilmu untuk science dan pengetahuan untuk knowledge, secara de facto dalam kalangan dunia keilmuwan terminologi ilmu sudah sering dipergunakan seperti dalam metode ilmiah dan ilmu-ilmu sosial atau ilmu-ilmu alam. Adapun kelemahan dari pilihan ini ialah bahwa kita terpaksa meninggalkan kata ilmu pengetahuan dan hanya menggunakan kata ilmu saja untuk sinonim science dalam bahasa inggris. Alternatif pertama menggunakan ilmu pengetahuan untuk science dan pengetahuan untuk knowledge.
E.     Politik Bahasa Nasional
Bahasa mempunyai dua fungsi utama yakni pertama, sebagai sarana komunikasi antar manusia dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi yang pertama dapat kita sebutkan sebagai fungsi komunikatif dan fungsi yang kedua sebagai fungsi kohesif atau integratif. Pengembangan suatu bahasa harus memperhatikan kedua fungsi ini agar terjadi keseimbangan yang saling menunjang dalam pertumbuhannya.
Pada tanggal 28 oktober 1928 bangsa Indonesia memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Alasan utama bahasa Indonesia dipilih sebagai bahasa nasional pada waktu itu ditekankan pada fungsi kohesif bahasa Indonesia sebagai sarana untuk mengintegrasikan berbagai suku ke dalam satu bangsa yakni Indonesia. Bahasa Indonesia selaku fungsi komunikatif yakni fakta bahwa bahasa Indonesia merupakan lingua franca dari sebagian besar penduduk, namun bila dikaji lebih mendalam, maka kriteria bahasa sebagai fungsi kohesif merupakan kriteria yang menentukan. Penekanan pada fungsi kohesif dari bahasa selaku alat perjuangan untuk mempersatukan dan memerdekakan bangsa, pilihan dijatuhkan pada bahasa melayu.
Selaku alat komunikasi pada pokoknya bahasa mencakup tiga unsur yakni pertama, bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang berkonotasi perasaan (emotif), kedua berkonotasi sikap (afektif) dan ketiga, berkonotasi pikiran (penalaran). Fungsi komunikasi bahasa dapat diperinci menjadi fungsi emotif, afektif dan penalaran. Perkembangan bahasa pada dasarnya adalah pertumbuhan ketiga fungsi komunikatif tersebut agar mampu mencerminkan perasaan, sikap dan pikiran suatu kelompok masyarakat yang mempergunakan bahasa tersebut. Pengembangan bahasa Indonesia sebagai milik nasional dalam artian yang sedalam-dalamnya, maka harus dicegah dominasi bahasa Indonesia oleh salah satu bahasa daerah dan harus diarahkan agar bahasa Indonesia menghimpun khasanah kata-kata yang terbaik dari seluruh bahasa daerah kita.






BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pada tinjauan pustaka dan pembahasan maka dapat disimpulkan ilmu dan bahasa memiliki keterkaitan satu sama lain. ilmu dapat berkembang, melalui publikasi ilmiah dengan menggunakan komunikasi bahasa yang baik. Keterkaitan ini didukung dengan hakikat dari ilmu dan bahasa itu sendiri, terminologi ilmu, ilmu pengetahuan (knowledge) dan sains, ketetapan quo vadis dan politik bahasa nasional.
Hakikat ilmu Suriasumantri (1990: 293) mengatakan: “ knowledge merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam, dan biologi...“. Ilmu (science) merupakan bagian dari pengetahuan (knowledge), membahas bidang pengetahuan tertentu yang tersusun secara sistematis, diperoleh dengan observasi (tahapan metode ilmiah) yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Hakikat bahasa, bahasa memiliki fungsi komunikatif dan fungsi integratif. Terminologi terdiri dari obyek ontologis (obyek yang ditelaah yang menghasilkan pengetahuan), landasan epistemologis (cara mendapatkan pengetahuan) dan landasan aksiologis (nilai kegunaan suatu pengetahuan). Quo vadis menetapkan Terminologi Ilmu untuk science dan pengetahuan untuk knowledge. Politik bahasa nasional menetapkan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia berdasarkan fungsi bahasa secara integratif.
B. Saran
Merujuk pada keterkaitan antara ilmu dan bahasa, sebaiknya penggunaan bahasa lebih dikembangkan lagi dengan bahasa yang baik dan benar sehingga diharapkan dengan adanya bahasa yang baik dan benar, transfer ilmu dapat berjalan dengan baik tanpa adanya salah paham. Kemudian, mengupayakan pengembangan bahasa sebagai sarana berpikir dan berbicara, baik dalam kalangan masyarakat keilmuan maupun non kelimuan.















DAFTAR PUSTAKA
penalaran”. 26/04/2012, 20:10
Pengembangan-Ilmu-Bahasa”. 27/04/2012, 20:18
age-0-must-revalidate-Content-Length-27-X
Suriasumantri, S. Jujun. (2007). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Azas - azas Filsafat Ilmu Pengetahuan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Asas-asas filsafat pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan tentang asas- asas pendidikan, pemikiran – pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani Kuno sampai kini. Meskipun paparan ini terbatas hanya beberapa pada aliran penting, namun diharapkan tidak akan mengurangi maksud dan tujuannya sebagai pembekalan wawasan historis terhadap setiap calon tenaga pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/ masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi, kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai. Dengan kata lain, pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak.
Namun dalam sejarah pendidikan yang mana di dasari filsafat dapat dijumpai berbagai asas/pandangan mengenai bagaimana perkembangan manusia itu berlangsung. Adapun asas-asas filsafat yang berkaitan dengan pendidikan atau yang termaktub dalam filsafat pendidikan ialah asas Empirisme, Nativisme dan Konvergensi.
Dengan sedikit ilmu yang di miliki oleh penulis, maka penulis ingin mengajak segenap civitas akademik untuk berdiskusi serta membahas permasalahan yang terkait dengan asas- asas filsafat pendidikan yang terangkum dalam sebuah makalah sederhana yang penulis memberikan judul dengan “Asas- asas Filsafat Pendidikan”
Sebelum penulis mengakhiri latar belakang yang penulis sampaikan kiraanya kita mengingat kembali suatu goresan tinta pepatah yang berbunyi “ tiada gading yang tak retak  suatu goresan nan penuh makna ini bukan berarti tiada subtansi atau makna yang terkandung didalamnya. Bahwasanya penulis menyadari,semua yang ada di dunia ini tiada yang sempurna kecuali Allah SWT. Penulis mungucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para civitas akademik yang berkenan membaca dan mengoreksi makalah sederhana ini, apabila banyak kekurangan dan kesalahan yang berarti, penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya dan mohon nasihat agar makalah yang selanjutnya lebih baik dan lebih bermanfaat. Amien.
B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi pokok permasalahan diatas adalah sebagai berikut:
a.     Apa yang dimaksud dengan asas ?
b.    Apa pengertian filsafat pendidikan ?
c.    Apa saja asas-asas filsafat pendidikan ?
C.    TUJUAN DAN MANFAAT PANULISAN
1.    Tujuan
Tujuan kami menulis makalah yang berjudul Asas- asas filsafat pendidikan ini ialah
a.         Mengetahui arti/ makna asas-asas filsafat pendidikan.
b.        Mengetahui  macam-macam asas-asas filsafat pendidikan.
c.         Mengetahui pengertian masing-masing asas-asas filsafat pendidikan.
2.    Manfaat
Melihat tujuan-tujuan dari penulisan makalah sederhana ini kita bisa mengambil beberapa manfaat yang subtansional diantaranya :
a.       Mengetahui kajian historis tentang asas-asas filasafat pendidikan.
b.      Menambah wawasan terutama civitas akademik dan calon pendidik tentang asas-asas filasafat pendidikan.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat
Filsafat dalam bahasa inggris, yaitu 3: philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari kata Yunani: philosophia, yang terdiri atas dua kata; philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan atau kebenaran, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love is wisdom). Orangnya disebut filosof dalam bahasa arab disebut failsuf.
Harun Nasution mengatakan bahwa filsafat sebenarnya berasal dari bahasa arab falsafa dengan wazan (timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lah. Oleh sebab itu kata benda dari falsafa seharusnya falsafah dan filsaf. Di  dalam kamus Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan berasal dari bahasa arab falsafah dan bukan dari bahasa inggris philosophy.
Lebih jauh Harun Nasution berpendapat bahwa istilah filsafat berasal dari bahasa arab karena orang arab lebih dahulu dating sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia dari pada orang Inggris. Oleh karena itu, kata “filsafat” sebenarnya bisa diterima dalam bahasa Indonesia. Sebab, sebagian kata arab yang diindonesiakan mengalami perubahan dalam huruf vokalnya, seperti masjid menjadi mesjid dan karamah menjadi keramat. Karena itu, perubahan huruf a menjadi huruf i dalam kata falsafah bisa ditolerir. Lagi pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahkan Hatta dan Langeveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekanannya. Bahkan Hatta dan Langeveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Oleh karena itu, biarkan saja seseorang meneliti filsafat terlebih dahulu kemudian menyimpulkan sendiri.
Berdasarkan watak dan fungsinya pengertian dari filsafat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2.      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat dijujunjung tinggi (arti  formal).
3.      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan, artinya filsafat berusaha mengkombinasikan hasil bermacam – macam sience dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan konsisten tentang alam (arti spekulatif).
4.      Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan arti tentang kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian nin dinamakan juga logocentrisme.
5.      Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, perlu mendaoat perhatian dari manusia dan dicarian jawabannya.
B.     Ciri – ciri berpikir filsafat
Beerfikir kefilsafatan memilki karakteristik tersendiri yang berbeda dari bidang ilmu lain. Beberapa cirri berpikir kefilsafatan yang perlu diketahui antara lain:
1.      Radikal, artinya berfikir sampai ke akar – akarnya, sehingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan.
2.      Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir filsafat menurut jaspers terletak pada aspek keumumannya.
3.      Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia, misalnya apakah kebebasan itu ?
4.      Koheren, dan konsisten (runtut). Koheren artinya dengan kaidah – kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5.      Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud dan tujuan tertentu.
6.      Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpiki secara kefilsafatanmerupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7.      Bebas, artinya sampai batas- batas yang luas, pemikiran filsafat boleh dikata merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka – prasangka sosial, historis cultural, bahkan religious.
8.      Bertanggung jawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus bertanggung jawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak tehadap hati nuraninya.
Kedelapan ciri berpikir kefilsafatan ini menjadikan filsafat cenderung berbeda dengan cirri berpikir ilmu – ilmu lainnya, sekaligus menempatkan kedudukan filsafat sebagai bidang keilmuan yang netral terutama cirri ketujuh.
C.    Beberapa gaya berpikir
Pertama, berfilsafat yang terkait erat dengan sastra. Artinya sebuah karya filsafat dipandang memiliki nilai – nilai sastra yang tinggi. Contoh; Sartre tidak hanya dikenal sebagai penulis karya filsafat tetapi juga seorang penulis novel, drama, scenario film.
Kedua, filsafat yang dikaitkan dengan sosial politik. Disini filsafat sering diidentikkan dengan praksis politik. Arrtinya sebuah karya filsafat dipandang memiliki dimensi – dimensi ideologis yang relevan dengan konsep Negara.
Ketiga, filsafat yang terkait erat dengan metodologi artinya para filsuf menruh perhatian besar terhadap persoalan – persoalan metode ilmu sebagaimana yang dilakukan oleh Descrates, Thomas Kuhn, Karl Popper. Descrates mengatakan bahwa untuk memperoleh kebenaran yang pasti, kita harus memulai dengan meragukan segala sesuatu. Sikap yang demikian dinamakan skeptic metodis.
Filsafat yang diidentikkan dengan metodologi keilmuan, paling tidak ditandai dengan tiga ciri sebagai berikut:
a.       Kajian filsafat diarahkan pada pencarian dan perumusan ide – ide atau gagasan yang brsifat mendasar fundamental (fundamental ideas) dalam berbagai persoalan.
b.      Pendalaman persoalan – persoalan serta isu – isu fundamental dapatmembentuk cara berpikir yang kritis (critical thought). Pendekatan filsafat dan keilmuan selalu mengutamakan sikap mental yang netral serta intelektual, mengambil jarak, tidak cepat – cepat memihak pada kepentingan – kepentingan tertentu.
c.       Kajian filsafat secara otomatis akan membentuk mentalitas dan cara berpikir dan kepribadian yang mengutamakan kebebasan intelektual (intelektual freedom), sikap toleran terhadap berbagai pandangan dan kepercayaan yang berbeda serta terbatas dari dogmatis dan fanatisme.
Keempat, berfilsafat yang dikaitkan dengan analisis bahasa, kelompok ini dinamakan mazhab analitika bahasa dengan tokoh – tokohnya antara lain; G.E. Moore dan Bertran Russel.
Kelima, berfilsafat yang dikaitkan dengan menghidupkan kembali pemikiran filsafat dimasa lampau. Disini aktifitas filsafat mengacu pada penugasan sejarah filsafat.
Keenam, masih ada gaya berfilsafat lain yang cukup mendominasi pemikiran banyak orang, terutama abad ke – 20 ini yakni berfilsafat yang berkaitan dengan filsafat tingkah laku atau etika.
D.    Bidang utama filsafat
Dari uraian tersebut di atas muncul berbagai istilah teknisi filsafat yang mengandung makna khas, seperti: substansi, eksistensi, impressi, katagori. Istilah – istilah teknis filsafat muncul dalam bidang – bidang utama filsafat yakni; metafisika, epistemology, dan aksiologi.
1.      Metafisika
Metafisika adalah filsafat utama dalam bidang filsafat yang paling utama. Metafisika adalah cabang filsafat yang membahas persoalan tentang keberadaan (being) atau eksistensi (exsistance). Archie J. Bahm mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu penyelidikan pada masalah prihal keberadaan.
Cristian wolff mengklasifikasikan metafisika sebagai berikut:
1.      Metafisika umum (ontology), yakni bidang filsafat yang membicarakan tentang hal “ada” seperti “being”.
2.      Metafisika khusus, terdiri dari; a) anthoropology, membicarakan tentang hakekat manusia, b) cosmology, membicarakan tentang asal – usul alam semesta, dan c) theology, membicarakan tentang keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.
Beberapa peran metafisika dalam ilmu pengetahuan yaitu:
Pertama, metafisika mengajarkan cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sebab seorang metafisika selalu mengembangkan pemikirannya untuk menjawab persoalan – persoalan yang bersifat enigmatic (teka – teki). Persoalan – persoalan semacam itu menuntut alur pikir yang serius dan sungguh – sungguh.
Kedua, metafisika menuntut orisinalitasyang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan. Artinya, seorang metafisikus senantiasa berupaya menemukan hal – hal baru yang belum pernah diungkap sebelumnya. Sikap semacam ini menuntut kreatifitas dan rasa ingin tahu yang besar terhadap suatu permasalahan. Pematangan sikap semacam ini akan mendidik seorang untuk selalu berkiprah pada lingkup penemuan (contest of discovery), bukan lingkup pembenaran semata (contest of justification).
Ketiga, metafisika memberikan bahan pertimbangan yang matang bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama pada wilayah presupposition (pranggapan – pranggapan). Sehingga persoalan yang diajukan memiliki landasan berpijak yang kuat.
Keempat, metefisika juga membuka peluang bagi terjadinya perbedaan visi di dalam melihat realitas, karena tidak ada kebenaran yang benar – benar absolute. Hal ini akan terjadinya visi ilmu pengetahuan berkembang menurut remifikasi (percabangan yang sangat kaya dan beraneka ragam), sebagaimana yang terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini.
2.      Epitemologi
Bidang kedua filsafat adalah epistemology atau teori pengetahuan. Epistemology berasal dari yunani “episteme” dan “logos”. “Episteme” artinya pengetahuan (knowledge), “Logos” artinya teori. Dengan demikian epistemology secara etimologi berarti teori pengetahuan. Istilah – istilah lain yang setara dengan epistemology adalah:
a)      Kriteriologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan ukuran besar atau tidaknya ilmu pengetahuan.
b)      Kritik pengetahuan, yaitu pembahasan mengenai pengetahuan secara kritis.
c)      Gnosiology, yaitu perbincangan mengenai pengetahuan yang bersifat ilahiah (gnosis).
d)     Logika material, yaitu pembahasan logis dari segi isinya, sedangkan logika formal lebih menekankan pada segi bentuknya (soemargono, 1987:5). Obyek formalnya adalahhakikat pengetahuan. Setiap filsuf menawarkan aturan yang cermat dan terbatas untuk menguji berbagai tuntunan lain yang menjadikan kita dapat meiliki pengetahuan, tetapi setiap perangkat aturan harus benar – benar mapan. Sebab definisi tentang “kepercayaan”, “kebenaran” merupakan problem yang tetap dan terus menerus ada, sehingga teori pengetahuan tetap merupakan suatu bidang utama dalam penyelidikan filsafat (Sontag, 1984:11).
Semua pengetahuan hanya dikenal dan ada didalam pikiran manusia, tanpa pikiran pengetahuan tak akan eksis. Oleh karena itu keterkaitan antara pengetahuan dengan pikiran merupakan sesuatu yang kodrat.
Menurut Bahm (1995:127) terdapat delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, yaitu:
a)      Mengamati (Observers), pikiran berperan dalam mengamati obyek – obyek.
b)      Menyelidiki (Inquires), ketertarikan pada obyek dikondisikan oleh jenis – jenis obyek yang tampil.
c)      Percaya (Believes), manakala suatu obyek muncul dalam suatu kesadaran.
d)     Hasrat (Desires), kodrat hasrat ini mencakup kondisi – kondisi biologis, psikologis, dan interaksi dialetik antara tubuh dan jiwa.
e)      Maksud (Intends), kendatipun seseorang memiliki maksud ketika akan mengobservasi, menyelidiki, mempercayai dan berhasrat.
f)       Mengatur (Organics) setiap pikiran adalah sesuatu organism yang teratur dalam diri seseorang.
g)      Menyesuaikan (Adapts) menyesuaikan pikiran – pikiran sekaligus melalui pembatasan – pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang tercakup dalam otak dan tumbbuh dalam fisik, biologis, lingkungan social cultural dan keuntungan yang terlihat pada tindakan,hasrat, dan kepuasan.
h)      Menikmati (Enjoys) pikiran – pikiran mendatangkan kasyikan.
Perbincangan penting dalam epistemology juga terkait dengan jenis – jenis pengetahuan. Paling tidak ada dua m acam pengetahuan, yaitu  pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non-ilmiah. Pengetahuan ilmiah mmemiliki beberapa ciri pengenal sebaagai berikut :
a)      Berlaku umum
b)      Mempunyai kedudukan mandiri
c)      Mempunyai dasar pembenaran
d)     Sistmatik
e)       Intersubyektif
Pengetahuan merupakan sesuatu aktifitas yang ddilakukan untuk memeperoleh kebenaran. Pengetahuan dipandang dari jenis pengetahuan yang dibangun, dapat dibedakan sebagai berikut:
a)      Pengetahuan biasa
b)      Pengetahuan ilmiah
c)      Pengetahuan filsafati
d)     Pengetahuan agama
Pengetahuan dipandang atas dasar kriteria karakteristiknya dapat dibedakan atas:
a)      Pengetahuan indrawi
b)      Pengetahuan akal – budi
c)      Pengetahuan intuitif
d)     Pengetahuan kepercayaan atau pengetahuan otoratif
3.      Aksiologi
Bidang utama ketiga adalah aksiologi, yang membahas tentang nilai. Istilah aksiologi berasal dari kaata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga. Logos artinya akal, teori. Aksiologi artinya teori nilai, penyaledikan mengenai kodrat, kriteris dan status metafisik dari nilai dalam pemikiran filsafat yunani, studi mengenai nilai ini mendepan dalam pemikiran plato mengenai “idea” tentang kebaikan atau yang lebih dikenal dengan summum bonum.
Aksiologi merupakan bagian dari  filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani  yaitu  axios yang artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai dalam berbagai bentuk.
Dalam kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
  1. Moral Conduct  yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
  2. Estetic expression yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
  3. Socio-politcal life  yaitu kehidupan social politik, yangakan melahirkan filsafat social politik.
Menurut pandangan Kattsoff  aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang  hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
aksiologi adalah  cabang filsafat yang menyelidiki tentang nilai-nilai, menjelaskan berdasarkan kriteria atau prinsip tertentu yang dianggap baik di dalam tingkah laku manusia
A.    Kegunaan aksiologi terhadap ilmu pengetahuan
Menurut  Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa pengetahuan adalah kekuasaan. Ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya. .
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan  dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1.      Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
2.      Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan.
Penetapan nilai merupakan suatu yang dianggap objektif. Alexander mengatakan nilai, norma, ideal, dan sebagainya merupakan unsure atau berada dalam objek atau berada pada realitas objek . Penetapan suatu nilai memiliki arti benar atau salah, meskipun penilaian itu tidak dapat diverifikasi, yaitu yang tidak dapat dijelaskan melalui suatu istilah tertentu.
Pendukung dari objektivisme aksiologi mencangkup Plato, Aristoteles , St. Thomas Aquinas, Maritain, Rotce, Alexander , dan lain- lainnya.
Beberapa bentuk Ekspresi Objektivisme Aksiologi:
1.      Bosanquet ( idealisme )
Nilai adalah kualitas tertentu dari suatu objek, kejujujuran apa adanya,    tetapi manifestasinya diilhamkan kedalam sikap pikiran manusia.
2.      Scheler (fenomenologi)
Nilai adalah esensi yaitu entitas yang ada dengan sendirinya yang diintuisikan secara emosional.
3.      C.I. Lewis (Pragmatisme konseptual)
Penetapan nilai tunduk pada standar yang  sama pada pengetahuan dan validitas seperti halnya penilaian empiris kognitif lainnya.
4.      G. E. moore ( Intuisime)
5.      Nilai adalah suatu  yang  tidak dapat diterangkan , yakni tidak dapat dianalisis, tidak dapat direduksi dari terma itu sendiri,meskipun nilai adalah suatu tindakan.






BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan watak dan fungsinya pengertian dari filsafat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2.      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat dijujunjung tinggi (arti  formal).
3.      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan, artinya filsafat berusaha mengkombinasikan hasil bermacam – macam sience dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan konsisten tentang alam (arti spekulatif).
4.      Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan arti tentang kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian nin dinamakan juga logocentrisme.
5.      Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, perlu mendaoat perhatian dari manusia dan dicarian jawabannya
Pengetahuan merupakan sesuatu aktifitas yang ddilakukan untuk memeperoleh kebenaran. Pengetahuan dipandang dari jenis pengetahuan yang dibangun, dapat dibedakan sebagai berikut:
e)      Pengetahuan biasa
f)       Pengetahuan ilmiah
g)      Pengetahuan filsafati
h)      Pengetahuan agama
Pengetahuan dipandang atas dasar kriteria karakteristiknya dapat dibedakan atas:
e)      Pengetahuan indrawi
f)       Pengetahuan akal – budi
g)      Pengetahuan intuitif
h)      Pengetahuan kepercayaan atau pengetahuan otoratif
















DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. 2001. Filsafat Umum. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta
Bahm, Archie. 1995. Epistemology; theory of  knowledge. Happer and Row Publishers, Aguquerque.
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Rajawali Press. Jakarta.
Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.